#AndaikanAku
05.00 WIB
Membuka mata di pagi hari, merupakan anugerah yang
paling luar biasa di dalam hidupku. Bagaimana bisa? Ketika sang Khalik masing
memperkenankan aku untuk membuka mata ku di pagi hari yang cerah dan melihat
segala sesuatunya baik, Ia senantiasa memelihara aku dengan menghembuskan aku
nafas kehidupan. Ya. Pagi hariku, selalu aku buka dengan ucapkan syukur kepada
Yang Mahakuasa.
Segudang aktivitas yang akan ku lakukan hari ini,
mungkin lebih tepatnya serangkaian kegiatan “ber-ambisi” yang selalu ada di
dalam benak ku saat itu. Sebagai seorang siswa SMA yang baru saja lulus (saat
itu) tentu saja aku tidak bisa tinggal diam memikirkan masa depanku. Aku tidak
bisa hanya berdiam diri atau bahkan bersikap apatis terhadap masa depanku. Ya.
Pikiranku sudah membumbung tinggi, jauh melayang ke ambang batas jauh sebelum
aku lulus SMA (saat itu). Sejak duduk di bangku kelas 10, aku bahkan sudah
menargetkan tujuanku, impianku, cita-citaku. Bukan hal mudah bagiku, untuk
menjalani masa-masa SMA seperti kebanyakan remaja lainnya yang melewatinya
dengan santai. Aku memang masih bisa tertawa (saat itu) namun, tetap saja...aku
tak dapat membiarkan diriku terhanyut oleh kenyamanan situasi dan kondisi atau
bahkan terlena oleh arus jaman pergaulan. Aku harus terus berjuang sendirian,
berdiri tegak menantang arus jaman dengan segala prinsip-prinsip hidup dan
keyakinanku. Dan....aku percaya “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke
tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Selalu ada kata
amin, setiap aku mengingat pepatah itu.
Impianku, tak luput dari dukungan dari orang-orang
di sekitarku. Terutama Ayah. Sosok pria yang “hampir sempurna” di mata ku, yang
sungguh aku hormati dan acungi jempol adalah “orang pertama yang mengajarkan
aku arti sebuah PERJUANGAN!” :’( Perjuangan nya di era Reformasi selalu
membuatku merasa bersyukur bisa hidup di jaman yang *sekilas* terlihat lebih
baik. Kami memang berbeda generasi, berbeda pengalaman pula, namun aku
yakin...perjuangan Ayah ku dulu, sama seperti perjuanganku saat ini. Ayahku
adalah sosok yang sangat demokratis dan adil (menurutku). Ayah selalu
mempercayakan setiap keputusan yang aku ambil dengan membimbing aku serta
membukakan jalan pemikiranku. Dan...itu lah awal dimana, aku memikirkan dengan
sangat matang bagaimana masa depanku dan apa yang ingin aku lakukan jika aku
lulus SMA (saat itu).
“Im not lucky, but Im blessed” Ya, aku memang merasa
sungguh diberkati dengan lahir di tengah-tengah kondisi keluarga seperti ini.
Aku masih diberi kesempatan untuk meneruskan pendidikanku ke jenjang yang lebih
tinggi, melihat kondisi sekitarku..tidak semua yang orangtuanya mampu :’(
Bahkan, orangtua ku bilang, mereka akan melakukan apa saja untuk ku agar aku
dapat meraih cita-citaku. Aku diberi kesempatan untuk memperlengkapi diriku
menghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN) dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN) *saat itu*. Ya. Tujuanku memang kampus negeri. Kampus
negeri yang menjadi kebanggaan di negaraku Indonesia. Rasanya...membayangkan
aku menjadi salah satu bagian dari generasi muda Indonesia, sebagai kaum
intelektual “mahasiswa” dengan menggunakan jaket almamater kampus kebanggaan
adalah “salah satu dari impianku”.
Terkadang, aku tidak mengerti. Mengapa aku harus
memilih jalan seperti ini? Mengapa aku harus memiliki keinginan, hasrat dan
impian ini? Entahlah. Aku hanya bisa menduga-duga, semangat perjuangan Ayahku
di jamannya yang mungkin tertular padaku. Ayahku lulusan Sarjana Hukum, dan
sejak aku SD kelas 1 aku selalu tertarik untuk membuka-buka buku kuliah Ayah.
Satu hal yang selalu aku ingat, Ayah bilang beliau adalah bagian dari Reformasi
di Indonesia. Ya. Sejumlah “Mahasiswa” yang menjadi bagian dari sejarah
runtuhnya rezim Soeharto, Presiden Republik Indonesia saat itu. Aku sempat
berpikir, aku ingin menjadi seperti Ayah menjadi seorang Sarjana Hukum. Namun,
ternyata Tuhan berkehendak lain. Seiring pertumbuhanku dan rasa keingintahuanku
yang semakin besar terhadap dunia perkuliahan, aku mencari-cari informasi
melalui internet dan membandingkan juga dalam kenyataan yang ada. Menjelang
Ujian Akhir Nasioanl (UAN) guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah ku mulai
mempertanyakan setiap keinginan siswa-siswi nya, terutama dalam menentukan
jurusan dalam perkuliahan. Saat itu, aku bergumul dalam doaku yang selalu aku
panjatkan pada Tuhan. Selama duduk di bangku SMA, aku selalu tertarik pada
pelajaran Sosiologi, Bahasa dan Geografi, namun kedua mata pelajaran ini tidak
sebanding dengan kecintaanku pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Aku
memiliki kecintaan terhadap alam, mungkin ini yang menjadi alasan yang cukup
mendasar ketika aku berpikir untuk mengambil jurusan Geologi/Geografi, namun
sayangnya...Tuhan membukakan mata hatiku untuk lebih peka terhadap jalan yang
ingin Tuhan tunjukkan. Ya. Kecintaan terhadap alam, hanya sekedar hobi bagiku
dan aku merasa Tuhan tidak menghendaki aku untuk mengambil jurusan itu.
Lalu, hasil dari psikotest
menyatakan bahwa aku memiliki kemampuan berbahasa yang cukup tinggi. Banyak orang
di sekitarku yang menyarankan aku untuk masuk jurusan Sastra, entah itu Sastra
Inggris atau Sastra Indonesia. Bila dingat-ingat, ya aku memang selalu juara di
kelas dalam mata pelajaran Indonesia, seringkali pula juara dalam lomba
menulis/mengarang, kemampuanku dalam merangkai kata-kata dalam bait puisi dan
sajak sempat membawa aku kepada pemikiran untuk membuat novel saat duduk di
bangku SMP. Akhirnya..aku memutuskan untuk mengambil jurusan Sastra Inggris
sebagai salah satu jurusan yang akan aku pilih pada Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) nanti.
Passion terkuat, lahir ketika aku duduk di bangku
kelas II SMA pada saat pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan pembahasan
Hubungan Internasional. Guru Pendidikan Kewarganegaraanku memaparkan mengenai
jurusan ini kepadaku. Bila diingat lagi ke belakang, ya..aku memang selalu
merasa memiliki “beban” terhadap bangsa Indonesia ini sebagai seorang anak
muda. Dari bangku SMP, aku memang selalu aktif dalam diskusi, terutama dalam
debat dan pembahasan Negara dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan maupun
Sosiologi. Aku juga selalu mengikuti perkembangan Politik dan Hukum serta
mendiskusikannya dengan Ayah. Menarik memang. Aku selalu menceritakan
keinginanku kepada Ayah, seperti ketika kasus Pulau Sipadan dan Ligitan yang
direbut oleh Negara Malaysia saat itu, aku selalu banyak bertanya kepada Ayah,
mengapa Negara Indonesia seperti membiarkan ini terjadi? Rasa penasaranku
semakin kuat mendengar setiap pertanyaan Ayah, aku selalu menanyakan kondisi
Politik dan Hukum kepada Guru Pendidikan Kewarganegaraanku di SMP maupun SMA.
Jujur. Aku selalu sedih melihat berita-berita semacam ini di televisi, aku
selalu menginginkan adanya “perdamaian” di antara Bangsa-Bangsa di dunia.
Mungkin karna namaku Novi “damai” :p Aku selalu risih dengan yang namanya
peperangan. Saat itu...aku memikirkan jurusan yang menjadi passion terkuat
dalam hidupku, Hubungan Internasional.
Bekerja di kantor Departemen Luar Negeri, atau
bahkan menjadi salah satu Duta Besar Indonesia untuk negara lain. Ya That’s it!
Ini lah cita-citaku, yang selama ini aku gumulkan.
Namun..pada satu hari sebelum Seleksi Nasional
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) itu tiba, ada seseorang yang menjatuhkan
semangatku, bahkan hampir-hampir hancur lebur. Orang ini beranggapan sepele
melihat kartu ujian ku dengan nomor dan dua pilihan jurusan yang tertera di
dalamnya, Hubungan Internasional (Universitas Jendral Soedirman) dan Sastra
Inggris (Universitas Negeri Jakarta). Orang ini hampir membunuh karakterku
bahkan membunuh impianku. Aku hanya berusaha untuk tetap tidak goyah, dan yakin
pada pendirianku. Ck! Apa ini teguran dari Tuhan? Apa pilihanku ini belum
sesuai dengan keinginan Tuhan? Apa aku terlalu egois dengan ambisi-ambisi ku
ini? Aku menangis sekencang-kencangnya di kamarku malam itu.
Ujian pun tiba.
Aku deg-deg-an.
Hal yang lebih
menegangkan lagi, saat pengumuman SNMPTN.
Dan..
Aku mendapati diriku, tersontak
dengan air mata yang mengalir di pipiku.
Aku tak mampu berkata-kata.
Beberapa teman mencoba menghiburku, dan aku pun
bangkit lagi dengan mengikuti ujian-ujian berikutnya dari Ujian Masuk Bersama
(UMB) dengan harapan aku masuk salah satu Universitas Negeri hingga Ujian-ujian
mandiri di masing-masing kampus. Ujian terakhir yang aku ikuti, Ujian Mandiri
Universitas Jendral Soedirman dengan tetap kukuh pada pilihanku Hubungan
Internasional dan Sastra Inggris, dan yang kedua Penerimaan Mahasiswa Baru
(Penmaba) Universitas Negeri Jakarta dengan pilihan Pendidikan Kewarganegaraan.
Saat itu, aku benar-benar berdoa kepada Tuhan bahwa ini adalah usaha terakhir
yang akan ku lakukan tahun ini, jika masih belum berhasil, aku akan mengikuti
ujian PTN tahun depan. Aku berpikir, kasian orangtuaku jika mereka harus
membayar kuliah di swasta yang mahal, walaupun mereka rela bayar harga untuk
itu.
Dan..
Hal yang tidak diduga..
Aku diterima di kedua
kampus tersebut :’( dengan jurusan yang aku ingini.
Universitas Jendral
Soedirman dengan Sastra Inggrisnya dan Universitas Negeri Jakarta dengan
Pendidikan Kewarganegaraan.
Kembali...menangis dan tak mampu berkata-kata.
Saat itu, hasratku ingin berada di Universitas
Jendral Soedirman namun lagi-lagi Tuhan menegurku melalui orang disekitarku.
Berbagai pertimbangan yang akhirnya, aku rela untuk menutup ambisiku dan
mengikuti kehendak Tuhan. Aku yakin dan aku percaya, ketika aku rela melepaskan
keinginanku dan membiarkan Tuhan menggantikan setiap rencanaku dengan
rancangan-Nya yang indah, aku merasa damaiJ
Saat ini aku berpikir, #AndaikanAku lebih peka
terhadap suara Tuhan, mungkin aku tak perlu mengeluarkan air mata sebanyak ini,
mungkin aku tidak perlu merasa kecewa dengan 5 kali ujian yang aku ikuti dan 5
kali kegagalan :’)
#AndaikanAku lebih memilih ambisi-ku daripada
keinginan Tuhan, mungkin aku tidak akan pernah bertemu dengan Dosen-Dosen hebat
dan luar biasa seperti di Jurusan Ilmu Sosial Politik yang membentuk
karakterku.
#AndaikanAku lebih memilih untuk berkuliah disana,
mungkin aku tidak akan pernah bertemu dengan teman-teman kelompok kecilku
(inca, grace, merry, esra) dan PKK ku (kak vunny) serta teman-temanku seiman di
dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen yang sudah sangat seperti keluarga dan
mengajarkanku banyak hal, membimbing aku menuju sebuah kedewasaan rohani dan
yang pasti.....jadi seperti yang Tuhan inginkan J
www.kampusunj.com
Uwooww? Ini slh satu kisah prjuangan hidup yg luar biasa kaa :) kereeenn (y)
BalasHapusmemotivasi sekalii :)
semangaat ka Novii dlm peraihan mimpi-mimpi kakaa :)
terimakasih adikku, Ribka :* kamu juga ya :)
BalasHapus