Dalam
negara demokrasi –salah satunya Indonesia– mengenal sistem pemilu atau
pemilihan umum sebagai alat dari demokrasi itu sendiri. Pemilihan umum
dapat dikatakan sebagai sebuah senjata untuk rakyat dalam menentukan
pemerintahnya, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Sayangnya, tidak banyak masyarakat yang sadar akan peranannya sebagai
warga negara dalam menentukan pemerintahan. Tidak banyak masyarakat yang
sadar, betapa berpengaruhnya suara mereka dalam menentukan nasib
bangsa. Masih banyak dari masyarakat Indonesia yang apatis, meskipun
sikap apatis juga memiliki berbagai sebab yang salah satunya juga
disebabkan karena kekecewaan terhadap pemerintahan yang menyelahgunakan
amanah rakyat. Faktanya, lembaga survei menyatakan bahwa tingkat golput
semakin tinggi dari tahun pemilu hingga tahun pemilu berikutnya.
Salah
satu indikasi demokrasi yang sehat adalah adanya masyarakat yang
madani, artinya masyarakat menyadari perannya sebagai warga negara dan
tahu bagaimana harus berperan sebagai warga negara. Fakta berbicara
bahwa Indonesia masih jauh dari demokrasi yang sehat, dimana pemilu
berjalan dengan baik dan masyarakat yang madani. Mungkin tak pernah
terlintas dalam pikiran masyarakat kita yang lebih sibuk memikirkan
kehidupannya di esok hari, sambil mengais sampah atau meminta-minta di
pinggiran lampu merah untuk memahami dan turut serta dalam berdemokrasi.
Mereka lebih sibuk untuk memikirkan kelanjutan hidup mereka esok hari,
ketimbang mencari tahu informasi atau jejak rekam calon presiden dan
calon wakil presiden tanggal 9 juli nanti. Bisakah mereka dipersalahkan?
Kesejahteraan yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
dan merupakan tujuan bangsa Indonesia, itu lah yang mereka cari setiap
harinya.
Masyarakat
yang minim pengetahuan politik, justru dimanfaatkan oleh oknum politik.
Oknum politik yang memiliki pemikiran prgamatis, kemudian terjun ke
dalam partai politik dengan iming-iming sejuta janji-janji manis kepada
masyarakat. Segala cara rela dilakukan demi memperoleh kekuasaan dan
dukungan. Kita mengenal sistem ketok pintu satu malam, menjelang hari
pemilu dimana kader para pendukung peserta pemilu mengetuk pintu rumah
warga dengan membawa amplop. Berharap, keesokan paginya mereka akan
dipilih oleh masyarakat. Pemimpin yang terpilih dengan cara ini,
tentunya juga akan memikirkan cara bagaimana akhirnya mendapatkan
kembali uang yang keluar saat kampanye. Korupsi, itulah pemberitaan
dalam televisi. Kita tidak dapat menutup mata dan telinga kita, bahwa
kesejahteraan adalah akar dari segalanya.
Indonesia demi kemuliaan nama Tuhan.
Komentar
Posting Komentar